Kamis, 15 Desember 2011

Wanitamu

Beberapa hari ini aku bermimpi tentang kamu. Padahal sebelumnya aku tak memikirkanmu, hanya mengingatmu. Itupun hanya sekilas, lalu lupa, ingat kembali, lupa, ingat. Aku selalu mengalami fase seperti itu hampir setiap hari.  Ah, lagi-lagi tentang kamu. Entah yang keberapa kalinya aku merasa seperti ini, menyedihkan. Melihatmu asik bercakap dengan wanitamu sungguh merupakan hal yang menjengkelkan bagiku. Apakah aku cemburu? Ah tentu saja jawabannya iya. Bahkan menurutku sangat! Aku benci wanita itu, terlihat sekali ia menginginkanmu lebih, sama sepertiku. Aku meracau hingga tertidur. Lelap dan lupa.

Mengingatmu membuatku sedikit terlihat lemah. Ternyata tadi malam aku menangis (lagi), terlihat sekali pagi ini mataku sembab. Hal pertama yang aku lakukan adalah mencari telepon genggamku, mencari namamu disana. Mencoba mengetik sebuah pesan lalu kuhapus, perasaanku bimbang saat ini. Aku kerap di dera keingintahuan yang lebih tentang kamu, mencoba mencari tahu, selalu seperti ini dan kadang ini menyulitkanku. Aku juga sering mencarimu di linimasa. Dan ketika aku menemukanmu, aku kembali membaca perbincanganmu dengan wanitamu. Ya, benar-benar pengganggu batinku.

Aku mulai tak dapat berpikir jernih, ya aku rasa kamu menyukai wanita itu. Terlepas karena ia cantik, ia juga memiliki apa yang aku tak punya, yaitu kepercayaan terhadap hatimu. Ah sudahlah, jika kamu memang menyukai wanitamu seharusnya aku bisa tersenyum. Toh setidaknya aku tahu, wanitamu itu pasti bisa menjagamu dan menyiapkan sapaan hangat di pagimu setiap hari. Sama sepertiku, dulu.

Sabtu, 10 Desember 2011

masih tentang kamu

Entah bagaimana aku mengenalmu, aku lupa. Yang kini aku tahu, kini aku telah jatuh hati padamu, terlebih pada setiap kata yang kamu tulis, pada lagu yang kamu beri, dan pada tawa yang kamu lakukan saat didekatku. Mungkin ada semacam mantra pada tawamu itu. Karena tiap aku menikmati tawamu, aku selalu tersihir dan ingin terus melihat dan kadang hampir tak berkedip. Semoga kamu tak menyadari hal itu.

Entah mengapa aku kadang mengharapkan tawa itu tercipta karena aku. Mungkin bisa tentang sajak yang kadang kamu baca yang memang sebenarnya aku tunjukkan padamu dan kamu merasa. Mungkin tentang kebodohanku bertanya ini itu. Mungkin tentang kebiasaanku meminta penjelasan karena tak paham. Apapun alasannya tak apa. Yang jelas tawa itu tercipta karena aku.

Ah kamu, lagi-lagi kamu berhasil membuatku ingin menulis. Bisakah kita saling melengkapi, saling menemani saat sendiri, dan saling menyapa saat tak bersama. Memperhatikan tiap detail tentangmu itu menyenangkan, sama menyenangkannya seperti ketika aku menikmati tawamu dan berhasil membuatku menyadari rasaku.

Pengharapan

Ya, ini tulisan tentangmu. Aku memang seorang pengingat yang buruk, tapi tidak ingatan tentangmu. Sekarang aku tengah menjalani jalan yang menjauh dari jalanmu. Menikmati setiap detail tentangmu dari kejauhan. Mencintai diam-diam berarti bisa melupakan dalam-dalam kan?

Tak tahu dimulai darimana pengharapan ini. Mulanya aku ragu dengan perasaanku padamu. Namun kini seorang semua terasa lebih nyata, seolah menginginkanku untuk tinggal disana, ya dihatimu.

Kini aku kerap didera rindu. Ah, rindu ini kadang menyiksa. Ingin bertemu bahkan memelukmu, atau sekadar menikmati senyummu. Namun lagi-lagi yang dapat kulakukan hanya menunggu. Aku lelah, bahkan terlalu lelah menahan perasaan ini. Berrpura biasa saja padahal hati mengharapkan cinta.

Apakah kamu tak merasakan sepertiku? Apa kamu tahu perasaanku? Apa kamu tahu tapi berpura tak tahu? Ah atau memang kamu tak pernah mau tahu?

Gamang menilai sikapmu padaku. Kadang merasa seperti seorang kekasih, tapi kadang merasa tak bernilai apa-apa selain wanita yang mengharapkan belas kasih.

Tak ada yang dapat kulakukan selain menunggu. Entah sampai kapan aku bertahan dengan pengharapan ini. Mungkin jika lelah, aku akan mengakhiri pengharapan ini. Entahlah.

Fiksi - part 3

Hari ini aku kembali mengingat hari, hari dimana aku memutuskan untuk memberi hatiku padanya.

Ia mengajakku untuk bertemu, kurang lebih itulah tulisan dalam email yang baru saja kubaca. Ada perasaan berdesir dihatiku. Ya tentu saja aku ingin, ingin menatap lagi tatapan sendu itu. Bahkan ingin merasakan hal yang lebih dari itu. Ah mungkin aku sudah gila, tapi apa daya, itulah yang aku inginkan darinya.

Aku duduk di cafe yang sama waktu itu. Lama tapi ia tak kunjung datang. Apakah aku ditipu, ah pikiran buruk mulai lalu lalang dipikiranku. Sudah 1 jam aku duduk disini, sudah satu gelas stroberi flava kuhabiskan, ya tapi ia belum juga datang. Aku mulai gamang dan memutuskan untuk pulang. Tapi ketika aku mualai beranjak meninggalkan kursi, ada yang menghampiriku dengan wajah gugup dan merasa bersalah. Ia meminta maaf padaku dan memberi penjelasan tentang keterlambatannya malam ini. Pria dengan tatapan sendu ini bilang, sebenarnya sedari tadi ia sudah datang tapi tak berani menghampiriku karena malu. Ah penjelasan apa itu, aku hanya tertawa karena tak tahu harus berucap apa kepada pria pemilik tatapan sendu itu. Ya, obat rindu hanya satu kataku, bertemu lalu saling melepas rindu. "Seperti kita malam ini, bisikku".

Fiksi - part 2

Hari ini aku kembali mengingat hari, hari dimana aku mulai jatuh hati padanya.

Ia yang aku kenal beberapa hari lalu ternyata seorang penulis. Aku mulai mencintai setiap tulisannya yang biasa ia kirimkan lewat emailku. Kami memang tidak saling bertemu. Tapi hanya saling menyapa lewat linimasa. Hari demi hari aku selalu menantikan hadirnya di keseharianku. Pria dengan tatapan sendu itu telah berhasil membuatku jatuh cinta padanya. Mencintai setiap detail yang ada pada dirinya dan apa yang ia punya. Tulisannya lebih dari cukup untuk menemaniku setiap harinya.

Fiksi - part 1

Aku kembali mengingat hari itu, hari dimana aku mengenalnya. Hari dimana aku jatuh hati padanya. Dan hari dimana aku memutuskan untuk memberi hatiku padanya.

Dia yang tak aku kenal sebelumnya kini tiba-tiba begitu dekat denganku. Nyaman bila didekatnya. Apalagi ketika ia mulai mendongeng cerita-cerita cinta yang membuatku betah duduk manis mendengarkan ceritanya. Sesekali aku memotong bertanya ini itu, tapi ia tak pernah marah. Malah selalu menghadiahiku senyum simpul sebagai hadiah keantusiasanku mendengarkan celotehnya ketika mendongeng.

Aku kembali mengingat hari itu, hari dimana aku mengenalnya.

Aku duduk disebuah cafe di pinggiran kota Jogja. Menikmati senja dari balik jendela sembari menyeruput jus stroberi kesukaanku. Seorang pria dengan tatapan sendu kuperhatikan dari kejauhan. Dikursi itu ia duduk seorang diri, tidak berbeda jauh denganku saat ini. Pandanganku tak bisa lepas dari pria itu. Iya, pria dengan wajah muram dan sangat terlihat gamang entah memikirkan apa. Tanpa sengaja ia melihat ke arahku, aku menunduk karena malu. Kini situasi berganti, giliran ia yang memperhatikanku dan aku hanya bisa menyembunyikan salah tingkahku. Habislah aku karena malu.Tak lama kemudia ia menghampiriku. Ia menanyakan apakah ia boleh ikut bergabung denganku. Entah apa yang aku pikirkan, aku hanya menjawab dengan anggukan kepala. Beberapa saat berlalu kini kami sudah saling bercerita, seperti sudah saling mengenal cukup lama. Ia, pria dengan tatapan sendu ini terlihat begitu riang mendengarkan celotehku. Perasaan gamangnya pun sudah tertutup dengan perasaan senang yang terlihat dari tawa riangnya. Sungguh menyenangkan seperti ini, saling mengisi saat sendiri. Waktu tak terasa cepat berlalu. Hari sudah malam dan jam ditanganku sudah menunjukkan pukul 10 malam. Aku pamit untuk pulang. Tapi ia, pria asing dengan tatapan sendu yang baru aku kenal tadi menawarkan untuk mengantarku pulang. Ada perasaan ingin tapi enggan. Namun sekali lagi entah apa yang aku pikirkan, aku kembali memberinya anggukan kepala. Sesampainya diteras rumahku, ia pamit pulang dan mengulurkan tangannya untuk berjabat. Senang bertemu denganmu, ucapnya sebelum pergi.

to be continued

beda

Sekedar tulisan lama, sarat makna tapi bukan berarti masih ada rasa. Hanya mencoba menguraikan apa ingin aku tulis. mengalir begitu saja, dan tanpa maksud apa-apa :)

Aku selalu nyaman menghabiskan waktuku didalam kamar. Alunan luigi rubino atau olafur arnalds sudah lebih dari cukup menemani kesendirianku. Alasan mengapa aku suka menyendiri adalah karena aku akan jauh lebih mudah menemukanmu dalam sunyi.

Ya, kamu adalah kenangan yang selalu kuhujani dengan rindu. Kupeluk dan kuciumi dalam pilu. Aku selalu menjaga tiap detail kenangan tentangmu dihatiku. Menjaganya agar tetap terjaga utuh seperti ini, selalu.

Kamu tahu, sekuat hati aku berpura-pura merelakan perpisahan kita dulu. Mencoba bersikap biasa saja ketika aku meninggalkanmu dalam diam. Tega katamu? Bahkan kamu tak tahu, aku juga merasakan hal yang sama denganmu. Sakit sayang, seperti ada yang meremas dadaku, sesak hampir tak dapat bernafas.

Tapi cinta saja tak pernah cukup untuk kita. Seluar biasa apapun cinta yang kita punya tetap tak akan pernah cukup. Perbedaan menjadi jurang yang terlalu curam. Bahkan jika kita teruskan, kita bisa terjatuh, bahkan jauh lebih dalam. Merasa menjadi seorang pendosa ketika orang lain mempermasalahkan perbedaan diantara kita, yang kita sendiripun tak pernah untuk mempermasalahkannya. Tapi kini aku rasa mereka ada benarnya. Karena apabila kita teruskan, Tuhanlah yang akan menjadi pesaing kita. Pemisah yang paling berkuasa.

Ya, lagi dan lagi aku mengingatmu. Alunan luigi tetap mengalun. Tapi kali ini lebih terasa menyayat. Tanpa kusadari ada butiran halus yang membasahi pipiku, hangat. Aku rindu kamu. Kenangan tentangmu terlalu lekat, bahkan seolah memelukku dengan erat.

Kini tak ada lagi kita. Yang tersisa adalah aku dan kamu. Aku dengan sendiriku dan semua kenangan tentangmu. Sedang kamu, masih sibuk meminta pada Tuhanmu untuk menjagaku di tiap hariku. Aku tahu itu, selalu.

Rabu, 07 Desember 2011

Kamu

Kamu mendapat tempat yang istimewa dihatiku. Terpatri diantara banyak nama yang pernah singgah dan mengisi. Tak pernah lupa kuselipkan namamu diantara doa-doa yang kupanjatkan di tiap hariku. Kuhadiahi senyum di tiap pagiku, kuhangatkan hatimu di tiap siangku, dan kuhujani rindu di tiap malamku. Kamu itu jutaan rasa yang terangkai indah menjadi cinta. Kumpulan rindu yang membiaskan asa untuk bersama.

note: menulisnya sambil mendengarkan L.O.V.E - Nat King Cole

Jatuh cinta

Gamau jatuh cinta kalo bukan sama kamu. Ini sikap!

Hal-hal sederhana kalo udah berhubungan sama hati jadi terasa rumit biasanya.

Berani itu kalo kita siap jatuh sebelum jatuh cinta.

Bener aja di namain jatuh cinta. Sebelum kata cinta sudah ada kata jatuh terlebih dahulu.

Siapin plester sebelum jatuh cinta. Takutnya ada luka setelahnya.

Dimana-mana yang namanya nyuri itu berisiko. Begitu juga kalo mau nyuri hati kamu.

Cinta adalah

Cinta adalah dia yang terlintas di kepalamu saat matamu terbangun pertama kali.

Cinta adalah dia yang kamu harapkan mengucapkan selamat pagi dan memberikan semangat di pagi harimu.

Cinta adalah dia yang selalu kamu harapkan memberi senyum simpulnya untuk sarapan pagimu.

Cinta adalah dia yang selalu kamu sediakan ucapan selamat pagi, setiap hari ​​​♥

Cinta adalah dia yang selalu membuatmu ingin menyanyikan lagu kesayangan yang membuatmu teringat padanya.

Cinta adalah dia yang selalu kamu harapkan menemanimu, walau tak tepat disampingmu.

Cinta adalah dia yang selalu bertamu di kepalamu, tak peduli seberapa sibuknya kamu.

Cinta adalah dia yang yang berada dikepala dan hatimu, baik pagi, siang, ataupun malam.

Cinta adalah dia yang kamu pikirkan, mulai dari matamu membuka pertama kali hingga kembali memejam.

kumpulan kata

Aku selalu punya cara untuk mengutarakan cinta. Seperti ini misalnya.

Mengingatmu pagi, siang, dan malam. Dari mulai membuka mata hingga kembali memejam.

Kamu itu seperti tanda baca dalam tulisanku. Tanpa kamu semua akan terasa datar, kaku.

Bahkan aku sudah mempersilahkanmu untuk masuk, jauh sebelum kamu mengetuk hatiku.

Aku mengirimu rindu tanpa henti setiap harinya. Sebanyak mobil² yang melaju di jalan raya.

Tak ada tempat senyaman selain disitu. Ya dihatimu! *tunjukku.

Mulai bersahabat dengan ketiadaan dan memulai untuk membiasakan diri dengan keadaan.

Seberapapun usahaku untuk menyetarakan tak akan pernah menjadi setara karena ia selalu menaikkan tingkat pembandingnya.

Ini kusediakan telinga dan bahuku. Kamu bisa bercerita sambil bersandar semaumu.

Setiap orang berhak memilih, begitupun dengan kamu. Belajar untuk menerima itu bagianku.

Bodoh adalah ketika aku memilih untuk melepaskan seseorang yang memberi waktu dan hatinya untukku demi kamu yang bahkan tak pernah menyapaku.

Tak baik mengaku baik-baik saja padahal hati sedang merasa tak baik. Tak baik pula mengaku tak ada rasa padahal hati mengharapkan cinta.

Kadang aku menulis namamu berulang dalam sajakku. Hal ini ku maksudkan agar kau mau kembali pulang ke hatiku.

Saat malam hari, kadar rinduku naik satu tingkat.

Kadar kesepian berbanding lurus dengan kehadiran orang yang kita inginkan.

Semenjak mengenalmu, aku tak pernah lagi mengingat masa lalu.

Rindu adalah manifestasi atas ketiadaanmu, biar keberadaannya cukup menjadi bagian dari masa lalu.

Masa lalu harusnya tetap tinggal di masa lalu, kamu tak perlu mengundangnya jika hanya sekedar merasa rindu.

Obat rindu itu hanya satu. Bertemu lalu saling mengutarakan rindu.

Bahagia itu sederhana

Bahagia itu sederhana, seperti ketika aku tersenyum simpul saat mengetahui kamu baik-baik saja.

Bahagia itu sederhana. Seperti ketika kamu membaca tulisanku tentang rindu, lalu tahu semua itu tertuju kehatimu.

Bahagia itu sederhana. Seperti ketika aku mendengarkan sebuah lagu, lalu teringat kamu.

Bahagia itu sederhana. Seperti ketika memegang kertas dan pena, lalu menuliskan namamu disana.

KITA

Kita adalah dua hati yang sedang mencari tahu bagaimana cara mengerti dan memahami satu sama lain.

Kita adalah dua hati yang saling merindui. Selalu seperti ini, setiap hari.

Kita adalah dua hati yang terus berjalan tanpa pernah sampai dibatas pengertian.

Kita adalah dua hati yang saling memiliki rahasia. Menyimpan rasa secara tersembunyi sejak lama.

Kita adalah dua hati yang mencoba mengatasi kesepian melalui sebuah sapaan.

Kita adalah dua hati yang akan saling menemani menghabiskan malam dan bersama menjemput pagi.

Kita adalah dua hati yang kadang ragu untuk bertemu. Bukan karena tak mau, hanya saja terlalu malu untuk berkata rindu.