Rabu, 21 Maret 2012

Tingkat Pembanding

"Seberapapun kerasnya usahaku untuk menyetarakanmu tak akan pernah menjadi setara jika kamu terus menaikkan tingkat pembandingnya"

Wanita baik ku yakin banyak, dan aku salah satunya. Tapi sayang, aku tak cukup baik bagimu.

Wanita cantik ku yakin banyak, dan aku salah satunya. Tapi sayang, aku tak cukup cantik di matamu.

Wanita mandiri ku yakin banyak, dan aku salah satunya. Tapi sayang, kamu memandangku sebagai wanita manja.

Wanita menyenangkan ku yakin banyak, dan aku salah satunya. Tapi sayang, kamu menilaiku sebagai wanita menyebalkan.

Wanita tegar ku yakin banyak, dan aku salah satunya. Tapi sayang, kamu bilang bahwa aku cengeng.

Wanita perhatian ku yakin banyak, dan aku salah satunya. Tapi sayang, kamu artikan perhatian ku ini sebagi suatu keposesifan.

"Pada akhirnya aku memutuskan untuk menyerah, menjauhi hatimu dengan caraku sendiri. Aku memutuskannya karena hatiku sudah cukup lelah dan baiknya memang tetap begini. Sendiri"

Selasa, 20 Maret 2012

Mendung

Mendung adalah ketika aku menyembunyikan hujan di balik kelopak mata.

Ketika mendung hanya satu tempat yang ingin ku tuju, pelukmu.

Mendung itu saat memilih melepaskan genggaman yang selama ini kita pertahankan, sia-sia saat salah satu dari kita menolak untuk bertahan.

Mendung membuatku kedinginan. Ketika selimut tak lagi menghangatkan, ku rasa aku membutuhkan sebuah pelukan

Mendung pernah menjebakmu untuk tetap tinggal disini, menemaniku menulis puisi sampai pagi.

Mendung itu tiap aku mengingatmu dan selalu berakhir dengan wajah murung.

Mendung kali ini menghujam kemarau, anak-anak hujan berteriak parau.

Mendung kali ini mengundang hujan di kala senja, menciptakan bias basah di tanah merah.

Mendung tak berarti hujan, kamu tak berarti kenangan.

Mendung kala itu memaksa kita berlindung berdua di bawah payung, menunggu hujan reda sembari bersenandung.

Aku selalu menyukai senja, sesekali mengingatmu dalam diam, dalam suasana mendung yang mendamaikan.

Senjaku tertutup mendung, ada rindu berselimut di balik mendung di senjaku yang kelabu ini, kedinginan.

Langit jinggaku tertutup mendung, senja lagi-lagi menyelimuti rindu yang terkungkung.

Mendung kali ini terasa teduh, seteduh hatiku menjaga tiap detail kenangan tentang 'kamu' agar tetap utuh dihatiku.

ingatkan aku

Ingatkan aku bahwa aku pernah merasakan debaran hebat tiap berdekatan denganmu. Sebab kini debaran itu tak lagi kurasakan.

Ingatkan aku bahwa aku pernah meredam egomu tiap kali kamu marah. Sebab kini akulah yang selalu menjadi penyebab kemarahanmu.

Ingatkan aku bahwa aku pernah merawatmu saat kau sakit. Sebab kini sekadar menanyakan kabarmu pun aku enggan.  

Ingatkan aku bahwa aku pernah menahanmu untuk tinggal. Sebab kini akulah yang ingin meninggalkanmu.

Ingatkan aku bahwa aku pernah berkata jika aku selalu ingin menuju bahumu tiap kali aku merasa kesepian. Sebab kini aku mulai terbiasa dengan sepi, menikmati tiap detiknya sesuai caraku.

Ingatkan aku bahwa aku pernah menggunakan tanganmu untuk mengusap air mataku. Sebab kini aku lebih sering mengelapnya sendiri dengan tissue.

Ingatkan aku bahwa aku pernah saling berbagi hari denganmu. Sebab kini, hariku terasa jauh lebih menyenangkan bila tak bersamamu.

Ingatkan aku bahwa aku pernah menunggu kabarmu dengan khawatir. Sebab kini tak mengetahui keadaanmu pun aku merasa baik-baik saja.

Ingatkan aku bahwa aku pernah menanggapmu sebagai rumah. Sebab kini aku lupa jalan untuk pulang.

Ingatkan aku bahwa aku pernah memintamu untuk membuatkan sebuah lagu. Sebab kini aku biasa bersenandung lewat puisi.

Ingatkan aku bahwa aku pernah memberimu berbagai janji, Sebab kini untuk menepatinya pun aku menunggumu menagihnya terlebih dahulu.

aksara acak

Bagaimana mungkin aku berhenti mengingat jika otak dan hatiku tak memiliki sekat?

Saat jarak terasa jauh dari kata dekat, detak dan detik seolah makin mengikat.

Dalam diammu ada resahku. Dalam diamku ada acuhmu.

Dalam sakitmu ada cemasku. Dalam sakitku ada ibamu.

Dalam sendirimu tersimpan ego. Dalam sendiriku tersimpan rindu.

Keterkaitan kadang membuat keterikatan. Melepaskan diri dari ketergantungan sangatlah melelahkan.

Mengagumi diam-diam bukanlah perkara mudah. Selalu ada celah untuk merasa lelah.

Jika dengan berdua lebih bisa saling menjaga, berpikirlah dua kali untuk tak mencoba bersama.

Selama ingatanmu masih ada, tak ada yang benar-benar bisa kamu lupakan. Aku bisa memastikan itu.

Bahkan kadang ada kenangan tentang kita yang hanya bisa kita nikmati secara sendiri-sendiri, tanpa saling berbagi.

Saat seulas senyum tak lagi dapat ku ukir di bibirku. Saat itulah aku sadar, bahwa aku merindukan senda guraumu.

Berhentilah berbicara tentangnya dengan mata sebinar itu di depanku. Desiran di dada ini sungguh melemahkanku.

Mencoba bertahan di dalam kesendirian itu kadang melelahkan.

Mencoba percaya diatas ketidakyakinan itu kadang menyulitkan.

Aku tau bahwa aku merindukan senyum simpulmu, tapi ada yang lebih ku rindukan sayang, hadirmu.

Lain kali aku akan menitipkan potongan hati yang koyak ini kepada yang sanggup menjaganya, merawatnya hingga tiba saatnya berhenti berdetak.

perhatikan!

Akan tiba dimana otak dan hatimu bersepakat untuk bilang tidak, lalu kemudian bibirmu menerjemahkan dengan iya.

Sebelum mengenal dia hidupmu baik-baik saja, seharusnya tetap seperti itu ketika kamu tak mengenal dia (lagi).

Semua akan baik-baik saja selama kamu menggantungkan kebahagiaanmu di bibirmu sendiri, bukan pada senyumnya.

Lepaskan mana yang pantas kau lepaskan, pertahankan mana yang pantas kau pertahankan.

Seseorang yang tidak mempertahankan keberadaanmu disisinya tidak pantas untuk tetap kau pertahankan.

Jangan pernah menyesali kepergian seseorang yang melepaskan gengamannya terhadapmu begitu saja.

Aku mulai mencintaimu tanpa sebab. Berhenti mencintaimu pun tanpa alasan.

kumpulan sajak pendek (2)

Aku masih merasa sedih, bukan karena kita telah berakhir. Tapi karena (rasa) kita tak pernah terputus.

Bagaimana aku bisa lupa sementara kamu terlalu banyak memberi kenangan untuk di ingat.

Aku ingin menjadi wanita yang kau inginkan. Ajari aku dan akan ku lakukan, walaupun secara perlahan.

Karena apa yang tak kita miliki kadang lebih terlihat daripada yang kita (sudah) miliki.

Karena apa yang hilang kadang lebih terasa daripada yang terlewatkan.

Kesalahanmu adalah kamu terlalu banyak membuang waktumu untuk mengingat dia yang bahkan tak pernah mengingatmu.

Jika harus berhenti sebaiknya berhenti. Dengan memaksa tetap berlari mengejarnya hanya akan membuatmu lelah dan pada akhirnya akan menyerah.

Ini bukan persoalan menang atau kalah. Hanya saja menyudahi hatimu untuk mengenang orang yang salah.



kumpulan sajak pendek (1)

Waktu kadang selalu di jadikan alasan dan seringkali di persalahkan. Kasihan.

Jatuh cinta tak bisa begitu saja, perlu waktu. Begitupun ketika patah hati, tak bisa begitu saja lupa, perlu waktu.

Ketika kamu memilih pergi dan memutuskan memberi hatimu kepada dia, harusnya kamu bisa mengartikan ucapan selamat dan senyumku sebagai luka.

Aku tidak selalu bisa memberimu seulas senyum atau segelak tawa, tapi setidaknya aku selalu memberimu segenap hatiku.

Kehilangan sebelumnya membuatku lebih menjaga apa yg ada di genggamanku. Tapi syg, hal itu justru menyulitkan geraknya bila tetap bersamaku.

Dulu, aku bisa tertawa hanya dengan menulis sajak tentangmu. Tapi hal itu sekarang justru menjadi salah satu alasanku menangis.

Aku rindu toko buku dengan berbagai macam buku di setiap raknya. Seperti merindukanmu dalam setiap harinya.

Aku pernah menawarimu selimut. Tapi kamu kembalikan karena kamu terbiasa dengan dingin.

Aku sedang mencari waktu yang paling baik untuk lupa. Tapi sampai saat ini hanya ku temui satu waktu. Itupun tak selalu benar-benar lupa.

Aku banyak lupa hal-hal kecil tentangmu. Sebagian banyak lainnya masih mampu ku hafal dengan amat sangat baik.

Kamu adalah kenangan yang meminta untuk di lupakan. Permintaan yang hanya akan berakhir dengan kesia-siaan.

Kesalahanku adalah aku terlalu mempercayakan hatiku kepada hati yang meragukanku.

Semoga aku bisa melupakanmu. Ucaplah kata-kata itu dalam doa pendekmu sebelum tidur.

Senin, 19 Maret 2012

ini kamu, ya seperti inilah kamu.

Kamu pernah memintaku untuk tak berharap,
tapi kamu justru memberiku harapan.

Kamu pernah memintaku untuk mendengar penjelasanmu,
tapi kamu justru memberiku alasan untuk tak menjelaskan.

Kamu pernah memintaku untuk menggenggam tanganmu,
tapi kamu justru melepaskan genggamanku.

Kamu pernah memintaku untuk bercerita,
tapi kamu justru mengabaikan kisahku.

Kamu pernah memintaku untuk menatap matamu,
tapi kamu justru memilih menutup matamu.

Kamu pernah memintaku untuk tertawa,
tapi kamu justru malah menertawaiku.

Kamu pernah memintaku untuk bertahan,
tapi kamu justru merasa tak tahan.

Kamu pernah memintaku untuk menemanimu,
tapi kamu justru mempertanyakan kehadiranku.

Kamu pernah memintaku untuk tinggal,
tapi kamu justru malah meninggalkanku.