Senin, 14 Januari 2013

Langitku, Akupun Rindu

Teruntuk, Langit.


Curang! Kenapa baru sekarang kamu mengirimiku surat? Padahal sudah sejak lama aku menantikan barisan aksaramu, surat rindu dari sahabatku di Jogja. Tulisanmu masih berantakan, sama seperti buku catatanmu waktu masih SMA dulu. Walau begitu, sama sekali tak mengurangi keantusiasanku untuk membaca suratmu, tempat di mana tinta dan kertas bersenyawa menerjemahkan rindu. Langit, kamu harus tau, sebelum surat ini aku baca, aku sibuk menciuminya terlebih dulu. Ku harap ada sisa parfummu menempel di situ, Aroma yang selalu menjadi cikal bakal rinduku. Aku kangen wangi parfum yang tercampur bau keringatmu. Unik dan khas ala kamu. Hehehe


Kabarku baik, bertambah baik lagi setelah menerima suratmu dari tukang pos tadi pagi. Purwokerto kita masih sama setiap sudutnya, hanya saja kini sedikit terasa berbeda; setidaknya bagiku. Kota ini tak sehangat dulu lagi Langit, terutama sejak kamu memutuskan untuk mengambil studi di luar kota. Ah, betapa aku mencemaskanmu di sana. Bagaimana tempat tinggalmu? Kerasankah kau di sana? Apa kamu makan teratur? Bagaimana lingkungan kampusmu? Tapi aku tenang setelah membaca suratmu. Sahabatku baik-baik saja di kejauhan 164 Km sana.


Langit, bukan hanya kamu yang terintimidasi rindu, akupun begitu. Aku juga kerap bertanya dalam hati, memakai pakaian warna apa kamu hari ini, sudahkah kamu mengikat tali sepatumu dengan rapi, serta berharap agar kamu tak lupa meletakkan di mana kaca matamu. Iya, sedetail itu. Terlalu banyak pertanyaan yang ingin aku utarakan terhadapmu. Rasanya ingin tahu lebih banyak tentang kamu dan Jogja. Aku juga sudah beberapa kali membujuk Ayah, tapi dia selalu berkata bahwa “Sabar, tunggu saja Langit pulang’.


Jogja menyenangkan sekali sepertinya. Aku senang bagaimana kamu menceritakan setiap detailnya. Lain kali kamu harus bercerita lebih banyak, tentang tempat apa saja yang layak kita kunjungi bersama. Plengkung Gading? Kapan-kapan ajak aku kesana ya. Nanti kamu boleh memotretku sepuasnya. Sebagai hadiah aku akan menuliskanmu sebuah puisi tentang senja.


Kemarin aku makan Soto Sokaraja di tempat langganan kita. Aku terpaksa menghabiskan satu porsi dan perutku rasanya penuh sekali. Oia, tukang parkirnya bertanya mengapa aku datang sendiri tanpa membonceng motor vespa kesayanganmu. Menyebalkan sekali!


PS: Makan yang banyak!


Salam rindu,

Luna Putri Malam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar